Citayam Fashion Week Munculkan Fenomena Sosial, Ini Kata Pakar Sosiolog
Fenomena Citayam Fashion Week berhasil mencuri atensi publik nasional hingga mancanegara. Keberadaannya menjadi perbincangan lantaran nyentriknya pakaian muda-mudi asal Citayam dan Bojonggede di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
Belakangan, sub kultur baru tersebut juga disorot oleh kalangan akademisi, salah satunya Sosiolog dari Universitas Udayana Bali, Wahyu Bayu Nugroho.
Menurut pandangannya, Citayam Fashion Week memunculkan sejumlah fenomena sosial yang erat kaitannya dengan kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Berikut penjelasan selengkapnya, dilansir Merdeka, Kamis (21/7).
Mengutip dari ANTARA, Wahyu menjelaskan jika fenomena Citayam Fashion Week merupakan bagian dari seni permainan kode dan simbol di kalangan remaja.
Dalam kajian ilmu membaca tanda (semiotika), lewat perspektif Sosiologi, setiap merek atau produk fashion selalu memuat kode atau simbol tertentu. Kode atau simbol itu sengaja dibuat oleh industri terkait agar seolah mampu merepresentasi atau mewakili karakter dari konsumennya (muda-mudi Citayam).
"Ada merek fesyen tertentu yang menunjukkan superioritas sehingga mereka yang memakainya pun merasa itu mewakili dirinya atau bisa juga mereka yang sebetulnya tak merasa superior, baru merasa superior setelah mengenakannya," kata Wahyu, yang juga dosen di Universitas Udayana Bali itu.
Dicontohkan, penulis buku Sosiologi Kehidupan Sehari-hari itu, kode atau simbol fesyen ada yang menggambarkan kecantikan, kefemininan, kemaskulinan atau kemachoan, jiwa muda, keunikan, bahkan ada yang turut menunjukkan pemberontakan.
Hal itu sengaja diciptakan untuk menyuarakan karakter seseorang lewat penampilan atau bisa juga membuat seseorang merasa memiliki salah satu sifat dari simbol-simbol pakaian yang dipakai.
Menurut Wahyu, fenomena Citayam Fashion Week bisa menjadi wadah untuk memunculkan performativitas (kemampuan bertindak) dalam menyampaikan sesuatu maupun memberikan informasi tertentu, bahkan hingga status dan derajat seseorang di dunia pergaulan.
Munculnya Kiblat Fesyen
Adapun booming-nya Citayam Fashion Week juga memunculkan dampak sosial.
Petama, munculnya masyarakat sebagai tontonan, di mana dalam rujukan ini muda-mudi Citayam saling mempertontonkan kode-kode atau simbol yang ditunjukkan satu sama lain lewat fesyen yang dikenakan. Fenomena tersebut lambat laun bisa juga ditiru oleh muda-mudi di daerah lain di Indonesia.
Dalam kacamata sosiologis kata dia, fenomena masyarakat tontonan memang selalu berpotensi meluaskan skalanya, apalagi jika sudah diliput media massa.
"Dalam fenomena masyarakat tontonan, muda-mudi di Citayam ini saling bertukar simbol dan ketika muda-mudi lain ingin memasuki komunitas ini, mereka pun juga harus memiliki simbol untuk dipertukarkan, konkretnya adalah dengan berpenampilan seperti muda-mudi di Citayam," sebutnya.
Timbulkan Jarak Sosial antar Muda-mudi Lain
Kedua, fenomena sosial yang muncul adalah social distinction atau jarak sosial dengan muda-mudi lain.
Penggunaan kode-kode atau simbol tertentu dalam fesyen, kata dia, akan memunculkan definisi tentang hal apa yang dianggap keren dan tidak keren, apa yang bagus dan tidak bagus, serta apa yang dianggap kekinian dan tidak kekinian.
"Mereka yang dianggap tidak keren, tidak bagus, atau tidak kekinian bisa tereksklusi atau tersisihkan dari dunia pergaulan, karena memang salah satu akibat dari fesyen adalah menciptakan struktur sosial semu dalam dunia pergaulan," ucap Wahyu Nugroho.
Munculnya Budaya Konsumerisme
Aspek ketiga yang muncul dari fenomena Citayam Fashion Week adalah budaya konsumerisme, yakni ketika muda-mudi yang terlibat akan menghabiskan lebih banyak uang untuk berpenampilan daripada untuk hal lain yang lebih produktif.
Misalnya untuk pendidikan mereka, apalagi jika mereka sampai harus berutang atau mengajukan kredit agar bisa berpenampilan seperti yang mereka inginkan.
Dinilai Wahyu, fenomena Citayam Fashion Week idealnya tak hanya sekadar menjadi ajang mempertontonkan atau menukarkan berbagai kode dan simbol di kalangan anak muda, tetapi juga bisa menjadi modal sosial di kalangan muda-mudi yang terlibat.
"Modal sosial ini jika dikelola dengan baik, bisa disalurkan untuk hal-hal produktif misalnya membuat proyek bersama yang berkaitan dengan media sosial sehingga bisa memperoleh pemasukan darinya, atau bisa juga dengan mengajukan proposal ke pihak-pihak tertentu guna menggelar kegiatan kepemudaan yang positif dan masih berkaitan dengan fashion," kata dia.
Jadi Wisata Baru Perkotaan
Namun begitu, gelaran peragaan busana jalanan tersebut juga bisa menjelma menjadi sebuah acara festival setiap akhir pekan sebagai wisata maupun jadi sarana untuk merintis kewirausahaan yang tengah digandrungi kalangan muda-mudi.
Nantinya, fenomena itu akan merangsang kegiatan ekonomi masyarakat sekitar, terlebih jika masyarakat luas menjadikan kawasan Sudirman sebagai destinasi fashion.
Jika bisa demikian, dirinya merekomendasikan agar pemerintah setempat memfasilitasi kegiatan tersebut, dan tidak tertutup kemungkinan kondisi ini juga akan muncul di kota-kota besar lain karena Jakarta selalu menjadi trendsetter.
https://www.merdeka.com/jabar/citayam-fashion-week-munculkan-fenomena-sosial-ini-kata-pakar-sosiolog.html